Jumat, 06 Juli 2012

MY HOME IS JOGJAKARTA

“MY HOME IS JOGJAKARTA”


Jam 3 pagi aku terbangun karena dinginya udara. Kukira pintu kamarku terbuka, ternyata masih tertutup rapat. Terpaksa aku bangkitkan tubuhku dari ranjang untuk mencari selimut yang memang jarang aku pakai. Kucari di lemari kamarku, tapi tak kutemukan selembarpun kain selimut disana. Hah, baru kuingat kemarin sore selimut-selimut diambil ibuku untuk dicuci. Terpaksa kain sarung yang biasa untuk shalat kuambil sebagai pereda rasa dingin yang menusuk tulang.
Cerita tadi adalah salah satu pengalamanku merasakan rasa dingin udara pagi hari di Kotaku Jogjakarta. Suhu tadi akan berubah drastis ketika siang hari. Suhu akan meningkat seiring naiknya sang matahari di atas langit. Kata teman-temanku dari daerah lain yang sekolah di Jogja, kotaku masih tidak terlalu panas dibanding kota-kota mereka (masih di Pulau Jawa), akupun tak membayangkan bagaimana bila aku tinggal di kota mereka. Rumahku memang tidak ada AC sehingga jelas terasa panasnya apalagi bila musim kemarau. Maka dari itu aku lebih senang bila sedang musim hujan. Hujan akan memberi suasana dingin dan menyebabkan biasanya rencana pergi anggota keluargaku batal dan kami lebih memilih menonton TV bersama di rumah.
Terkadang aku ingin pindah ke rumah keluargaku yang di daerah-daerah pegunungan karena kata mereka uadara disana masih sejuk dan jauh dari keramaian kota. Tapi agak mikir-mikir juga karena akses ke tempat-tempat lain masih susah, sinyal HP aja langka. Oleh karena itu hingga usiaku yang ke 18 aku masih memilih tiggal bersama ayah, ibu dan kakakku di kota Jogja ini. Meskipun sebenarnya orang tuaku tidak ada yang asli Jogja. Tapi aku lahir dan besar disini lho.

 Kota Jogja masih terasa aman dan nyaman. Penduduknya (yang asli Jogja lho) sangat ramah dan rasa persaudaraan terjalin kuat antar tetangga. Tutur kata orang Jogja itu lembut, cenderung suka mengalah dan tidak ngotot. Tapi kalau generasi mudanya memang sudah terpengaruh budaya luar jogja. Jadi menurut orang tuaku Jogja tidak sama dengan dulu lagi (ya iyalah). Jogja memang milik semua orang, dari manapun, generasi kapanpun. Jadi masyarakatnya sudah campur bawur. Kuharap sih budaya Jogjanya jangan luntur, kehangatan masyarakat aslinya jangan dilupakan atau dilupakan baik oleh yang asli Jogja maupun para pendatang. Sebutan kota pelajar jangan dirusak justru oleh para pelajarnya sendiri. Memang banyak ulah negatif pelajar yang sifatnya mengganggu dan merusak bermunculan. Tapi tetap jaga ketenangan Jogjalah! Inget masih ada akhirat setelah dunia!
SALAM “AMAN” JOGJA..........!!!
JOGJA TETAP “ISTIMEWA”.....!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar